Langsung ke konten utama

Tugas Pengantar Bisnis 2

 1. Perlukah nasionalisasi aset asing?


Warren Buffett berpendapat bahwa kehancuran ekonomi AS akibat para pengusaha keuangannya meminum racun derivatif. Perbankan AS tidak cukup hanya mengandalkan keuntungan dari simpan dan pinjam saja. Perlu kreatifitas dan kerakusan untuk menajamkan suatu metode yang mengumpulkan laba secara efektif. Bukan sekedar 10% - 20% seperti laba industri. Laba sektor keuangan bahkan sampai 60%.

Sektor industri yang "ngos-ngosan" harus membeli bahan baku, membayar pegawai dan membuka lapangan pekerjaan yang banyak, meningkatkan ekspor ternyata hanya 20% saja labanya. Padahal sektor industri benar-benar berada di jantung sektor riil yang memberi makan orang banyak.

Di Amerika Serikat sulit membedakan antara seorang banker, seorang investor atau seorang broker, karena mereka melakukan pekerjaan yang hampir sama. Jika perusahaan memegang izin usaha pada sektor perbankan maka bisa merambah pada semua sektor. Bisa beroperasi tetap pada bidang perbankan, dan juga operasi “plus plus” lainnya.

Perbankan bisa masuk dalam sektor perdagangan atau ekport import asal dikemas dalam produk derivatif yang berkaitan dengan keuangan perbankan, maka semua operasi perbankan dianggap legal. Padahal sektor mana yang tidak terkait dengan uang. Akhirnya semua sektor bisa dimasuki perbankan. Sektor apa yang paling menguntungkan maka perbankan akan lari kesana.

Liberalisasi hanya menganak emaskan para pemilik perbankan dan pemilik uang. Perbankan membuat berbagai macam produk layanan diluar simpan dan pinjam, mulai dari commercial papers, mortgage-backed securities, short selling, hedging, over the counter, credit default swaps, equity swaps, interest swaps, margin trading, futures, forward, option, asuransi perbankan dan banyak lagi macamnya. Tentunya setiap bank memiliki produk pelayanan yang berbeda-beda. Produk-produk baru penambah macam dan model pelayanan ini disebut derivatif.


Masalah subprime mortgage berupa pemberian kridit pada sektor perumahan yang kurang memperhatikan kualitas kreditor, yang akhirnya terjadi gagal bayar hanya sedikit masalah saja sebenarnya. Justru permasalahan derivative perbankan ini jauh lebih bermasalah.

Berdasarkan data BIS nilai penjaminan penjaminan derivative perbankan AS mencapai USD 516 triliun. Bandingkan dengan nilai ril saham, surat hutang dan obligasi diseluruh pasar saham dunia hanya berkisar USD 100 triliun saja. Sementara GDP AS hanya USD 15 triliun.

Berarti pasar derivative telah menggelembungkan sebanyak 5 kali dari nilai riilnya. Aslinya hanya satu bagian, empat bagian lainnya hanyalah angka penggelembungan para broker,dan banker. Wajar saja jika GDP AS sebagian besar dari sektor keuangan. Apakah GDP AS juga sudah termasuk penggelembungann derivative ini? Saya rasa sudah include didalamnya.

Mengapa diversifikasi produk perbankan ini banyak mengandung masalah? Jawabannaya bisa kita kaji pada contoh berikut ini. Seorang ekportir minyak yang terlibat dalam permainan derivatif, dengan membeli minyak dalam bentuk “selembar kertas jaminan” senilai 1 juta barel. Bisa kita katakan selembat kertas ini adalah kepemilikan hak atas minyak 1 juta barel tersebut, dengan harga USD 120 per barel.

Seorang pembelinya sering bukanlah seorang importir, tetapi seorang murni broker yang akan memainkan harga jaminan tersebut. Dengan berbagai metode future, hedging, option, equity dan seterusnya, maka harga sudah jauh dari aslinya. Mereka ini pihak yang seharusnya paling bertanggungjawab atas kenaikan harga minyak dunia yang demikian tidak dapat terkontrol.

Kemudian jaminan ini dapat dijual kepada pihak lain dengan harga yang sudah meningkat seiring dengan kenaikan harga minyak, misalnya dengan harga USD 140 per barel. Kemudian jaminan ini dijjual kembali kepihak lain. Bahkan perbankan di AS ikut melakukan pembelian juga, yang dianggap sebagai investasi yang potensial. Perbankan juga yakin bahwa harganya akan terus dinaikan bisa sampai USD 160.

Padahal minyak yang dijaminkan masih akan datang 6 bulan kemudian, atau bahkan satu tahun kemudian karena minyak masih diperut bumi yang harus dibor dulu. Saat krisis Perbankan membutuhkan likuiditas cepat, karena nasabahnya banyak melakukan penarikan dana, sehingga terpaksa harus menjual surat jaminan tersebut, yang tak ada pembelinya. Karena semua orang disaat krisis mengalami hal yang sama “membutuhkan likuiditas”. Bagaimana juga jika harga minyak turun cepat seperti dalam beberapa bulan ini? Ini akan menjadi boomerang hebat bagi para pengambil resiko seperti ini.

Perbankan memiliki tiga opsi untuk menyelamatkan likuiditasnya, : Pertama, dengan menjual surat jaminan tersebut sekenanya sehingga tentu harganya sangat jatuh. Kedua, Perbankan melakukan peminjaman antar perbankan yang tentunya bunganya dengan cara ini sangat tinggi. Ketiga, menjual sahamnya dibursa saham. Jika disaat normal hal semacam ini mungkin tidak menjadi masalah tetapi disaat krisis, pihak lain juga melakukan hal yang sama. Disaat likuiditas tidak tersedia dengan jumlah yang cukup untuk menutupi nasabah yang banyak melakukan penarikan.

Malah akan menjadi trigger. Jika informasi ketidak mampuan perbankan sangat terbatas untuk mengembalikan dana nasabah. Malah justru perbankan tersebut akan di “rush” sehingga perbankan akan berdarah-darah untuk memenuhi pencairan nasabahnya.

Kembali ketiga opsi yang sulit ini terpaksa diambil dengan resiko kerugian yang jelas untuk tetap menjamin ketersediaan dana di kas bank. Inilah hantaman yang kuat terhadap perbankan AS. Jika saat-saat seperti ini benar-benar goyah maka bangkrutlah sudah bank tersebut.

Selain itu perbankan AS juga rakus ikut-ikutan membeli-membeli asset dalam bentuk perusahaan. Bukan hanya digunakan untuk melakukan intermediasi (penyaluran kridit) saja kepada pengusaha kreditor, tetapi malah telah menjadi bagian dari broker perusahan.

Perusahaan yang memang sudah sakit dibeli, kemudian dimodifikasi, disehat-sehatkan sedikit, dari mulai digelembungkan asetnya kemudian dijual lagi, sampai pada perusahaan dipecah-pecah (split) kemudian dijual lagi, ke para pengusaha-pengusaha Timur Tengah yang paling gila pada branded. Justru para pengusaha Timur Tengah inilah dokter sesungguhnya untuk urusan perbaikan kesehatan keuangan perusahaan.

Warren Buffett chairman Berkshire Hathaway dan pemilik bisnis ritel Wal-mart. Ternyata juga punya pengalaman pahit dengan membeli perusahaan seperti ini, yang sudah digelembungkan asetnya. Mau dijual lagi ternyata tidak laku. Terpaksa direstrukturisasi sendiri yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sehingga mengalami kerugian yang sangat besar.

Cara-cara ini benar-benar menggemukkan perbankan AS. Liberalisasi AS perdagangan tidak membatasi perbankan untuk fokus pada bidang perbankan saja. Lemahnya aturan tentang kegiatan bisnis perbankan sekarang menjadi sorotan utama pemerintah AS.

Sekarang AS di ambang resesi. The Fed masih berupaya untuk menurunkan tingkat suku bunganya lagi menjadi 1,25 persen atau turun 25 basis poin dari 1,5 persen pada pertemuan rapat dewan gubernur Amerika pada 28-29 Oktober mendatang sebagai langkah pencegahan agar ekonomi AS tidak semakin terperosok akibat ulah para banker.

Pemerintah AS juga meluncurkan bantuan likuiditas sebesar USD 700 triliun kepada 7 perbankan utama AS. Termasuk didalamnya bank-bank besar seperti HSBC, RBS dan Standard Chartered. Inilah yang banyak menimbulkan protes rakyat AS karena mereka yang berbuat kesalahan justru mendapatkan bantuan yang luar biasa besar. Mungkin ada pertanyaan lebih lanjut. Apakah keserakahan bankir AS akan terjadi lagi kasus “BLBI” ala AS? Kekwatiran ini jelas ada, juga pemerintah AS pun. Sehingga dibuat persyaratan yang super ketat.

Ternyata diversifikasi usaha perbankan menyebabkan perbankan AS telah banyak keluar dari fungsi aslinya, akibat kerakusan yang hanya menjadi bom waktu yang akhirnya meledak juga. Sayang akibat ulah mereka ini, krisis tidak hanya dialami di AS saja. Efek domino pada sektor keuangan sangat besar pengaruhnya terhadap perekonomian global.

Jadi, nasionalisasi aset asing sangat diperlukan untuk menjalin kerjasama antar perusahaan dan negara. Namun nasionalisasi yang dimaksud disini yaitu nasionalisasi yang menjunjung tinggi nilai kejujuran dan saling terbuka terhadap aset yang dialihkan tersebut. Biasanya nasionalisasi dilakukan dengan membuat sebuah perjanjian antara pemiik aset dan pengolah atau pengalih aset. Usaha tersebut dilakukan untuk mencegah adanya kerugian di kedua belah pihak.
(SUMBER: http://indonesianvoices.com/index.php?option=com_content&view=article&id=130:penyebab-runtuhnya-perbankan-as-bisa-bangkrut-pada-krisis-ekonomi-2008&catid=38:isu-ekonomi&Itemid=59)  

2. Bekerja atau usaha dalam pengentasan pengangguran?

Perkembangan perekonomian tidak selalu diikuti dengan penurunan jumlah pengangguran. Hal ini terbukti dari jumlah pengangguran di Indonesia cenderung meningkat dari tahun sebelumnya. Inilah yang mendorong Pemerintah Indonesia terus berupaya mencari jalan untuk mengurangi jumlah pengangguran, salah satunya dengan menciptakan lapangan pekerjaan. Hasilnya, jumlah pengangguran yang selama ini mengalami peningkatan, beberapa tahun belakang sudah ada penurunan. Menurut data Badan Pusat Statistik, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada Agustus 2012 mencapai 6,14 persen, mengalami penurunan dibandingkan TPT Februari 2012 sebesar 6,56 persen.

Sebelumnya, BPS mencatat, Jumlah penganggur, pada Februari 2010 mengalami penurunan sekitar 370 ribu orang jika dibandingkan dengan keadaan Agustus 2009 lalu, atau turun sekitar 670 ribu orang jika dibandingkan Februari tahun 2010. Turunnya angka pengangguran, serta meningkatnya jumlah tenaga kerja tersebut telah meningkatkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 0,23 persen selama periode satu tahun. Jumlah angkatan tenaga kerja pada semester pertama tahun 2011, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), menunjukkan peningkatan yang cenderung baik.
Peningkatan jumlah kelompok penduduk yang bekerja tersebut mampu menekan jumlah pengangguran hingga turun 7,87 persen. Pemerintah Indonesia dapat memprediksi dan mencapai tingkat pengangguran melalui pertumbuhan ekonomi. Jika pemerintah mengasumsikan pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai pada satu tahun tertentu sebesar satu persen, maka dapat diprediksi akan berpengaruh pada menurunnya tingkat pengangguran sebesar 0,064703 persen. Jika pemerintah menargetkan menurunkan tingkat pengangguran sebesar 1 persen, maka pemerintah harus mencapai pertumbuhan ekonomi sekitar 15,5 persen, asumsi ceteris paribus.

Langkah awal untuk mengurangi pengangguran adalah pemerintah perlu meningkatkan perhatian terhadap pendidikan masyarakat. Tingkat pendidikan pengangguran yang didominasi tamatan SMU ke bawah mengindikasikan sulitnya penyerapan angkatan kerja. Tindakan yang dapat dilakukan misalnya perbaikan layanan pendidikan, khususnya pendidikan formal, dan menurangi angka siswa putus sekolah. Selain itu juga, penciptaan lapangan pekerjaan sebagai salah satu prioritas dalam membangun perekonomian adalah tepat dan pemerintah harus konsisten dalam pelaksanaannya atau pencapaian prioritas tersebut.

Salah satu langkah adalah dengan pengelolaan kekayaan daerah yang pastinya harus melibatkan masyarakat setempat. Selama ini banyak masyarakat di suatu daerah yang kaya akan kekayaan daerahnya namun masyarakatnya lebih memilih bekerja di luar negeri, hal itu terjadi karena kurangnya kerpercayaan dan tidak menjanjikan dari segi penghasilan. Oleh karena itu, berilah kepercayaan dan pengetahuan kepada masyarakat bahwa mereka tidak hanya bekerja sebagai buruh atau seseorang dengan gaji yang tidak menjanjikan.

Selama ini para petinggi dari yang mengelola kekayaan negara sudah ditempati para ekspatriat, alhasil pekerja pribumi pun tidak ada kesempatan untuk menapak karir yang lebih tinggi yang pastinya akan berpengaruh pada penghasilan mereka. Jika masyarakat sudah diberikan pengetahuan dalam bidang yang kekayaan daerahnya yang akan diolah, maka tidak hanya pengangguran akan berkurang juga mereka pun tidak akan susah-susah menjadi tenaga kerja di luar negeri, dan yang pasti mereka dapat berkarir dan berkarya di daerahnya dengan gaji yang menjanjikan.

Mengurangi jumlah pengangguran dan berdampak pada perekonomian, tidak hanya itu, cara lain adalah dengan kewirausahaan yang memiliki peranan penting dalam segala dimensi kehidupan. Sumbangan kewirausahaan terhadap pembangunan ekonomi suatu negara tidaklah disangsikan lagi. Suatu negara agar dapat berkembang dan dapat membangun secara ideal, harus memiliki wirausahawan sebesar 2% dari jumlah penduduk. Kehadiran dan peranan wirausaha akan memberikan pengaruh terhadap kemajuan perekonomian dan perbaikan pada keadaan ekonomi. Karena wirausaha dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, meningkatkan pemerataan pendapatan, memanfaatkan dan memobilisasi sumberdaya untuk meningkatkan produktivitas nasional,sektor informal merupakan alternatif yang dapat membantu menyerap pengangguran.

Wirausaha dapat menjadi alternatif dalam usaha pengentasan kemiskinan dan pengangguran. Pemerintah diharapkan dapat mendukung kemajuan kewirausahaan dengan cara memberikan bantuan modal sehingga wirausahawan dapat mendirikan usaha tanpa halangan mengenai biaya modal. Pencari lapangan kerja yang semula hanya berminat pada sektor formal juga diharapkan merubah pandangannya dan beralih pada sektor informal yaitu wirausaha.
(Sumber: http://keuda.kemendagri.go.id/artikel/detail/19-perkembangan-dan-solusi-masalah-pengangguran-di-indonesia)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pelanggaran Etika Bisnis Pada PT NESTLE INDONESIA

Nama    : Prantiko Airlangga Sakti Kelas    : 4EB24 NPM    : 26213891 Kasus   : Pelanggaran Etika Bisnis Pada PT NESTLÉ INDONESIA ETIKA BISNIS PADA PT NESTLÉ INDONESIA Abstrak Perekonomian saat ini, pasti sudah tidak asing lagi dengan yang namanya bisnis. Setiap pelakunya berlomba-lomba membesarkan bisnis mereka bahkan hingga mancanegara. Didalam berbisnis, sudah pasti terdapat aturan dan norma-norma yang berlaku. Untuk itulah ada sebuah kata yang menyebutkan bahwa setiap pelaku bisnis harus mempunyai etika. Etika Bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan / mitra kerja, pemegang saham, masyarakat. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui   bagaimana etika bisnis pada PT Nestlé Indonesia. Karena, dalam

Teori Pertumbuhan Ekonomi Menurut Joseph Schumpeter

TEORI PERTUMBUHAN EKONOMI MENURUT JOSEPH SCHUMPETER   Joseph Shumpeter 1.     Teori Schumpeter (pembangunan ekonomi) Joseph Alois Schumpeter pertama kali mengemukakan teori pertumbuhan ekonominya dalam buku Theory of Economic Development yang terbit di Jerman 1911 (edisi Inggris muncul 1934), yang kemudian diuraikan dan direvisi dalam Business Cycles (1939) dan Capitalism Socialism, and Democrazy (1942) tanpa mengalami perubahan penting. 2.     Makna Pembangunan Ekonomi Salah satu pendapat Schumpeter yang penting adalah landasan teori pembangunannya yaitu keyakinannya bahwa system kapitalisme merupakan system yang paling baik untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang pesat. Namun demikian, Schumpeter meramalkan secara pesimis bahwa dalam jangka panjang system kapitalisme akan mengalami kemandegan (stagnasi). Pendapat ini sama dengan kaum klasik. Proses perkembangan ekonomi menurut Schumpeter, faktor utama yang menyebabkan perkembangan ekonomi adalah proses inovasi dan pelakun

Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik (Robert M. Solow)

Pertumbuhan Neo Klasik Menurut Robert Solow Robert Solow adalah ahli ekonomi yang memenangkan hadiah nobel pada tahun 1987. Solow berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi akan tercapai jika ada pertumbuhan output. Pertumbuhan output terjadi jika dua faktor input, yakni modal dan tenaga kerja dikombinasikan, sedangkan faktor teknologi dianggap konstan (tidak berubah).  Robert M. Solow Adapun yang tergolong sebagai modal adalah bahan baku, mesin, peralatan, komputer, bangunan dan uang. Dalam memproduksi output, faktor modal dan tenaga kerja bias dikombinasikan dalam berbagai model kombinasi. Sehingga, bisa dituliskan dalam rumus sebagai berikut: Q = f (C.L) Keterangan: Q = Jumlah output yang dihasilkan f = Fungsi C = Capital (modal sebagai input) L = Labour (tenaga kerja, sebagai input) Rumus di atas menyatakan bahwa output (Q) merupakan fungsi dari modal (C) dan tenaga kerja (L). Ini berarti tinggi rendahnya output tergantung pada cara mengombinasikan mod